I Know

kaistal6

©picture by; owner.

I Know

Starring ; Jung Soojung — Kim Jongin

Original by —; Ace

1.956 words

_

Kai itu sangat menyebalkan, aku juga menyebalkan sih. tapi dia yang paling paling menyebalkan di antara sifat menyebalkan yang pernah ada.

“Aku justru bersyukur kamu lihat itu.”

HAH!

.

Aku menghela nafas, berharap hari ini tidak melihat wajah Kai meski itu sangat tidak mungkin, mengingat kami sialnya satu kelas.

“Yo,”

Aku menghela nafas sekali lagi sebelum mengangkat wajahku dan mencoba untuk tersenyum, untuk bersikap biasa saja, untuk terlihat tidak ada masalah apa-apa.

“Pagi Taemi—”

“Jidat lebarmu menghalangi jalan.”

Sudut mata kiriku berkedut saat Kai lewat di tengah-tengah aku dan Taemin, melangkah dengan santai seperti biasanya dengan rambut berantakan dan wajah mengantuk, benar-benar seperti biasa, seolah tidak ada hal yang terjadi saat malam tadi.

“Dasar gelap! Bikin suram aja.”

Ya, masih pagi, ayo ayo kita masuk.”

Punggungku terasa seperti tersengat begitu tangan Taemin menyentuhnya dan mendorongnya dengan lembut. Oh, dia selalu bersikap lembut.

“PAGI KALIAAAAN,”

Kami bertiga refleks menoleh dan melihat Sulli melambai semangat ke arah kami, dengan senyum manis miliknya tentu saja. Aku melirik Taemin sekilas dan dia tersenyum lebar ke arah Sulli, membalas lambaian tangan Sulli sama semangatnya.

Aku menghela nafas.

Ayo tersenyum, Jung Soojung.

“Pagi Sulli!”

Sulli melompat ke arahku dan memelukku, kebiasaan dirinya. “Pagi Soojung!”

.

“Sulli, mau ke kantin?”

Sambil bertanya aku membereskan buku-bukuku, ku lihat dia sekilas dan ia sedang melakukan hal yang sama.

“Kamu gak bawa bekal?”

Aku menggeleng. “Ibuku tidak pulang sampai lusa,”

“Heee,” Sulli segera menghampiriku dengan tatapan khawatir. “Kenapa kamu gak bilang? Aku bisa buatin kamu bekal,”

Aku tersenyum geli, Sulli itu memang baik.

“Aku ke kantin dulu kalau gitu,” sambil berdiri aku menepuk-nepuk pelan kepalanya. “Jangan khawatir,”

Sulli menghela nafas dan mengangguk terpaksa, ia tersenyum padaku dan langsung berubah begitu melihat ke samping, tepat ke arah Kai yang duduk di belakangku. Dan sedang…. Tidur.

“DASAR TUKANG TIDUR,”

Sulli memaksa bangun Kai dan menjambak rambutnya. “KENAPA GAK BILANG KALAU SOOJUNG SENDIRIAN DI RUMAH,”

ya—yah, dia juga gak tau.

“A—ku ke kantin dulu ya,”

Ucapanku yang pasti tidak di dengar ini membuatku langsung keluar dari kelas dan tidak kaget melihat Taemin yang melangkah ke arah kelasku dengan bekal di tangannya.

“Eh? Mau kemana?”

Aku mengusap tengkukku dan berusaha untuk tidak kontak mata dengannya. “Ka—kantin, hari ini aku gak bawa bekal,”

“Mau bagi dua denganku? Bekalku hari ini cukup banyak,”

Aku menurunkan tanganku dan melihat ke arahnya.

“Err… hari ini aku mau makan roti aja, lagipula sebaiknya kamu hentikan Sulli, dia nyerang Kai lagi,”

Taemin tersenyum.

“Oke, jangan lama-lama ya,”

_

L a s t N i g h t.

“Kai,”

Sambil menoleh ke arah Taemin yang tumben sekali terlihat serius, aku meneguk cola dingin yang ada di tanganku. “Apa?”

“Aku akan menyatakan perasaanku ke Sulli malam ini,”

Langkahku berhenti, memandang Taemin yang masih melangkah untuk sesaat sebelum akhirnya dia ikut berhenti dan menoleh ke arahku, aku melangkah lagi agar berada di posisi semula dan kembali meminum colaku.

“Akhirnya mau ngaku juga,”

Taemin menoleh ke arahku dengan cepat dan air mukanya terlihat gugup. “Kau tau?”

Aku mengangguk. “Terlihat jelas,”

“A—apa? Kupikir aku bersikap biasa saja,”

Aku melihat ke depan, Soojung dan Sulli berada lima langkah di depan kami, saling mengaitkan tangan satu sama lain, tersenyum dan tertawa, entah membicarakan hal apa, aku tidak begitu mendengarnya.

“Memang, tapi caramu menatap Sulli beda, selalu.”

Aku melirik Taemin yang menundukan kepalanya dengan telinga yang merah.

Apa jadinya kalau Soojung tau hal ini?

.

Kami sampai di tempat karaoke, Soojung dan Sulli sibuk dengan apa yang akan mereka pesan, Taemin melamunkan sesuatu. Senyum Soojung masih cerah meski biasanya memang selalu cerah, senyum yang tidak semanis Sulli tapi menambah kadar cantiknya jika ia tersenyum, kalau kesal pun Soojung tetap cantik, marah-marah pun cantik, jutek pun cantik. Yah, mau bagaimanapun Soojung terlihat cantik di mataku.

Ya, aku memang menyukainya dan aku tau kalau dia menyukai Taemin sejak awal.

Aku belum mau menyatakan perasaanku karena aku tau kalau dia akan mengatakan ‘aku punya seseorang yang aku sukai’. Yah, kurang lebih seperti itu. Intinya pasti ditolak.

Bukan takut untuk di tolak, tidak.

Aku hanya tidak ingin membebankan perasaannya.

Dia itu meski sifatnya menyebalkan tapi dia tipe gadis yang tidak akan berhenti merasa bersalah jika ia merasa seperti itu.

Jadi, tidak untuk saat ini.

Terburu-buru bukan hal yang bagus, lagipula…

Aku akan selalu memperhatikannya.

.

Aku melirik Soojung yang sedang asik memakan keripik kentangnya dan melihat Sulli yang menyanyi dengan ceria. Ingin memberi tahu Soojung soal apa yang akan Taemin lakukan malam ini. Paling tidak jika ku beritau dia sudah mempersiapkan dirinya untuk tidak begitu patah hati. Tapi, bagaimana caranya? Akan aneh kalau ku beri tahu disini—

Dia menangkap basah diriku.

“Kenapa?”

Aku menggeleng.

“Kenapa?”

Aku menggeleng lagi.

“Kenapa?”

Aku menggele— dia menginjak keras kakiku, benar-benar sekuat tenaga, wajahnya terlihat kesal dan tangannya terkepal hendak menjitakku sepertinya.

Ya!”

Dia berhenti menginjakku. “Jawab atau akan ku hajar? Ke-na-pa?”

“Tidak ku sangka jidatmu tetap terlihat lebar di tempat ini.”

Dan setelahku aku di hajar sepenuh hati olehnya.

.

Pipiku masih terasa panas dan berkedut sementara kepalaku terasa membenjol di suatu tempat. Soojung meminum jusnya dengan bosan, Sulli izin ke toilet dan aku yakin memang niatnya begitu tapi Taemin yang ikut-ikutan izin ke toilet sudah pasti punya maksud lain, apalagi lima menit sudah berlalu tapi dua orang itu belum kembali.

“Aku mau lihat Sulli dulu, jangan-jangan dia sakit,”

“Tidak perlu,” aku membalas cepat tapi Soojung tidak memperdulikannya dan tetap keluar.

Aku menghela nafas.

.

Soojung kembali dan aku segera berdiri.

Aku bisa melihat matanya yang memerah dan berair, jelas sekali menahan air mata.

“Sudah ku bilang tidak perlu.”

Aku mendekat ke arahnya yang kini sedang bersandar pada pintu, Soojung langsung menarik kerah seragamku begitu aku sampai di depannya.

Ekspresinya marah tapi tatapannya terlihat sedih.

“Kau—”

Air mata itu semakin bertumpuk tapi Soojung tidak mencoba untuk berkedip.

“Kau sudah tau tentang hal ini?”

Aku mengangguk.

“Sejak kapan?”

“Taemin memberi tahuku tadi, di jalan.” aku menghela nafas dan melepaskan kedua tangannya yang memegang erat kerah seragamku tapi juga terasa bergetar, tangannya pun terasa lemas karena ia tidak menolak sama sekali. “Menangis saja, jangan di tahan kalau sakit.” aku meremas kedua tangannya dengan lembut.

“Kenapa kamu gak ngasih tau aku?”

Soojung mengedip dan air mata itu langsung jatuh dengan mulus di pipinya.

“Udah aku bilang tidak perlu,”

“Kata-kata kamu gak jelas,”

Aku menghela nafas.

Bukan karena perbincangan ini tapi karena air mata Soojung terus mengalir, dia masih menahan. Aku yakin air mata saja tidak cukup untuk meluapkan rasa patah hatinya.

“Aku justru bersyukur kamu lihat itu.”

Soojung dengan cepat menarik tangannya dan menamparku.

_

Stand roti tutup dan aku berakhir dengan membeli enam buah sosis, kalau Sulli dan Taemin tau aku hanya makan ini mereka sudah pasti memaksaku untuk memakan bekal mereka. Aku menghela nafas dan memilih untuk memakan sosis ini di atap sekolah, sekalian aku menghirup udara siang yang cerah ini.

Cukup tidak beruntungnya aku.

Hari yang cerah untuk perasaan yang mendung.

Taemin dan Sulli tetap bersikap biasa meski sudah mengakui hubungan mereka, sementara Kai si menyebalkan itu juga bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Tidak protes dengan sikapku yang kemarin. Tapi aku…

Aku merasa sedikit sulit untuk bersikap seperi biasa.

Aku menghela nafas dan membuka satu bungkus sosisku, bersamaan dengan itu ponselku bordering.

Nama Sulli tertera di sana dan aku segera mengangkatnya.

“SOOJUNG, STAND ROTI TUTUP! KAMU DIMANAAAA?”

Aku tersenyum geli, Sulli itu terkadang seperti Ibu keduaku.

Yah, mau bagaimanapun aku tidak akan bisa membenci Sulli atau Taemin karena aku—

“Iya, aku ke kelas sekarang Sulli-ya,”

Aku tau kalau mereka berdua saling menyukai, aku sangat sayang pada mereka berdua. Taemin dan Sulli termasuk orang-orang yang berharga bagiku. Jadi, sedikit demi sedikit aku akan kembali seperti biasa karena aku tidak mau membuat khawatir siapapun.

.

Taemin dan Sulli menuruni tangga dengan beriringan, keduanya terlihat malu-malu tapi mencoba untuk seperti biasa. Aku tersenyum melihat dua orang ini. Hah, harus cepat move on kalau begini caranya. Tapi ngomong-ngomong, seharian ini aku tidak bicara dengan Kai, bocah itu juga tidak menyapaku lagi sejak masuk ke kelas.

Aku menoleh ke arahnya.

Dia hanya melihat ke depan.

Aku menunduk, berpikir apa yang salah. Kalau tadi pagi dia masih bisa mengejekku kenapa setelahnya tidak mengatakan apapun? Jangan-jangan—

Aku menghentikan langkahku dan melihat keadaan. Kami sudah berada di depan pintu masuk gedung, aku segera menariknya untuk menepi.

“Marah?”

Kai menatapku lurus-lurus kemudian menggeleng.

“Ka—”

“Soojung.”

“Y-ya?”

Kenapa dia tiba-tiba berwajah serius?

“Aku suka kamu.”

“O—EEEH?”

Kai mengulum senyumnya dan mengusap kepalaku. “Gak perlu kaget gitu,”

Kai mulai melangkah santai kembali sementara aku masih merasa kaget dan tidak bisa menyembunyikan wajahku yang memanas ini. Tapi, aku segera menyusul dan mensejajarkan langkahnya.

“Maaf,”

Untuk sepersekian detik aku melihat ekspresi Kai berubah sebelum kembali dengan wajah santainya.

“Wah, belum apa-apa udah di tolak.”

Eh?

“Ma—maksudku soal yang kemarin,” aku menggigit bibirku. “aku menamparmu.”

“Kenapa kamu menamparku?”

“Salahmu juga,”

“Kenapa salahku?”

Oh, dia balik jadi menyebalkan lagi?

Aku segera berdiri di depannya dan melipat tanganku di atas perut.

“Kalimat kamu yang kemarin itu—”

“Gak perlu minta maaf, kamu menamparku itu hal yang benar. Tapi—” dia mendekatkan wajahnya padaku. Ma-mau apa ini anak… “Aku tidak akan minta maaf soal ucapan yang kemarin,” Kai semakin mendekat dan dekat hingga ia berada di samping wajahku, aku bisa merasakan nafasnya di telingaku.

“Aku suka kamu.”

Lalu dia meniup telingaku dan menyingkir dari hadapanku, tubuh ini langsung merinding. Tawanya puas sekali. Hah, bocah itu tidak perlu mengatakannya dua kali dan KENAPA HARUS MENIUP TELINGAKU.

Aku segera berbalik, mengejarnya dan langsung menendang betisnya, begitu ia jatuh berlutut aku segera mengunci lehernya.

“Bodoh bodoh bodoh,”

Aku melepaskannya dan mencubit kedua pipinya.

“Aku sudah tau dan kamu gak perlu mengatakannya dua kali sambil meniup telingaku Kai bodooooh,”

Ya! Kalian menghalangi jalan,”

Teriakan Taemin dari depan terdengar dan aku langsung melepaskan Kai, melihat keadaan sekitar. Oh, kami menjadi bahan tontonan gratis lagi di depan gerbang.

Aku hendak menyusul Taemin dan Sulli kalau saja Kai tidak menahan tanganku dan menjadikannya alat membantu untuk berdiri sedangkan aku yang berganti duduk di depan gerbang.

“Payah, masa gak kuat nahan diri,”

Kai mencoba membantuku berdiri tapi aku tak bergeming.

“Tapi kenapa hari ini kamu mendiamkanku?”

Kai tersenyum. “Aku tidak mendiamkanmu, aku memperhatikanmu.”

Aku diam memandangi wajahnya yang mengeluarkan ekspresi lembut ini, sungguh jarang dan terlihat sangat tulus. Aku.. Aku tau jika dia menyukaiku, aku tau. Haha, aku terlihat jahat? Bagiku tidak. Aku dan Kai sudah berteman sejak kecil, kami dekat— bahkan bisa di bilang terlalu dekat, dan tanpa mengutarakan perasaan apapun kami mengerti satu sama lain tapi aku jatuh hati pada Taemin, Kai tidak mengatakan apapun meski aku yakin betul kalau dia tau akan hal itu. Dan benar ‘kan dia tau? Kai tetap bersikap biasa, tidak mengeluarkan tanda marah atau cemburu seperti yang seharusnya, selalu baik padaku.

Kai menarikku berdiri.

“Tidak perlu merasa terbebani, aku cuma mengatakan hal itu saja belum mengajakmu pacaran. Jadi—” dia menyentuh keningku dengan jari telunjuknya. “Jidatmu tidak perlu terlihat aneh begini,” kemudian dia langsung kabur.

Aku mengepalkan tanganku, siap untuk mengejarnya.

Aku tidak merasa terbebani, dia jujur dan melakukan hal ini untuk menghiburku. Perkataannya serius tapi juga bukan suatu hal yang harus cepat di jawab, lagipula dia bukan bertanya tapi hanya mengatakannya saja. Kai itu selalu berhasil menaik turunkan perasaanku. Berbanding terbalik dengan perasaanku pada Taemin yang selalu naik meski aku tau dia bersikap seperti itu tidak berarti lebih dari teman, Taemin memang baik dan perhatian dan aku sadar caranya sedikit berbeda dengan Sulli. Sulli pun adalah sahabatku yang selalu bersikap apa adanya dan polos. Tapi, mereka belum bisa membacaku dan aku tidak mempermasalahkan itu, aku justru bersyukur, karena kalau salah satu dari mereka ada yang tau bagaimana perasaanku sebenarnya pastilah tidak akan begini hasilnya. Lagipula…

“Taemin! Sulli! Ada banteng ngamuk cepat sembunyi!”

“KAI HITAM JELEK BODOH! JANGAN KABUR KAU.”

Lagipula ada satu orang yang selalu bisa membacaku, begitupun sebaliknya.

end

Leave a comment