우리 는 ; 1

ec9ab0eba6aceb8a94

©picture by; thebrightflame

우리 는

Starring ; ( oc ) Ahn Yuko — Kim Myung Soo

Others ; ( oc ) Kim Sani

Original by —; Ace

1.552 words

Inspired by ; anime Ao Haru Ride dengan perubahan sana sini

.

Menurut Yuko membuat teman itu tidak penting karena percuma saja, Yuko lebih suka sendiri, dari TK sampai SMP pun Yuko tidak pernah memiliki teman yang bukan sekedar nama saja, tapi siapa sangka kehidupan SMA kali ini menurut Yuko akan berbeda, karena hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Yuko menimpa hidupnya! Termasuk seorang anak laki-laki yang Yuko sukai saat SMP dulu muncul tiba-tiba setelah menghilang dari pandangannya selama tiga tahun.

_

Hana High School

Sekolah campuran biasa yang tidak mengkhususkan derajat apapun hanya saja entah mengapa dari tingkat pendahulu hingga sekarang mayoritas murid Hana High School ini termasuk golongan elit, beberapa memang ada yang murid biasa. Meski begitu semua pihak sekolah tidak pernah membeda bedakan murid manapun, semua sama rata. Tapi aku…

Aku antara bersyukur atau tidak bisa masuk sekolah ini karena—

Anak kaya itu memuakan.

_

Tahun pertama akan segera berakhir, minggu depan ujian akan dimulai, dan semoga saja minggu ini tidak ada yang berulah. Yah, setidaknya tidak dalam jarak pandangku.

Hembusan angin musim semi kali ini benar-benar menyejukan wajahku.

“Nona, kita sudah sampai,”

Mendengus kesal aku menekan tombol agar jendela mobil kembali naik dan menatap supir yang merangkup sebagai bodyguardku dan sialnya berumur tidak jauh berbeda denganku, kenapa dia bekerja sebagai supir di usia semuda ini? Kenapa tidak lanjut belajar ke perguruan tinggi? Kenapa aku tidak bisa pergi sekolah dengan caraku sendiri?

“Sudah kubilang jangan sebut aku ‘nona’,”

Dia tidak menjawab dan hendak turun. Tentu saja aku segera membuka pintuku sendiri, dia pikir aku bocah lima tahun yang tidak bisa buka pintu sendiri? “Kau tidak perlu berlagak sopan padaku,”

Turun dari mobil dan sedikit membanting pintu, oh itu kebiasaanku, tenang saja aku bukan gadis galak nan emosian. Di belakang mobil yang tadi ku tumpangi sudah berjejer mobil lain yang di isi oleh ‘nona muda’ ‘tuan muda’ gaya mereka bak bangsawan yang hendak menghadiri suatu acara, bukan ke sekolah.

Cih.

Sialnya aku yang sangat tidak ingin mengakui sebagai nona muda termasuk dalam golongan itu yang tentu saja sikapku berbeda dari mereka. Mual melihat pemandangan ini aku mulai melangkah masuk ke gedung sekolah dengan melihat ke arah lain, murid biasa yang tidak pernah datang naik mobil masuk lewat sisi kanan, mereka bersama teman-temannya sendiri, asik tertawa dan membicarakan sesuatu, baik itu perempuan maupun laki-laki, aku menghentikan langkahku.

Meski ini sekolah campuran yang tidak mengkhususkan apapun tapi mengapa aku merasa ada dinding besar nan tinggi yang membatasi kami untuk berbaur? Yah meski saja aku kurang minat dalam berbaur karena aku yakin jika mereka tau bagaimana sifatku yang sebenarnya mereka pasti akan langsung menjauhiku. Disini yang kaya berteman dengan yang kaya, disana yang biasa saja berteman dengan biasa saja. Aku? Kalau keadaannya seperti ini terus sampai lulus sudah jelas aku sendirian. Tapi, aku diantara mereka.

Aku tidak begitu mengharapkan untuk ada yang mau berteman denganku tapi aku diantara mereka.

.

“Sani,”

Suara seorang guru memanggilku, sudah jelas aku langsung menoleh dan berdiri dengan kikuk, murid di kelas ini sudah menatapku, selalu begini setiap ada guru yang menyebut namaku.

“Y-ya?”

“Tolong ambil print untuk pelajaran selanjutnya ya, saya ingin minta tolong sama Baekhyun tapi bocah itu tidak ada dikelas,”

Aku segera mengangguk paham dan guru Jung tersenyum sambil lalu.

Dari awal pun aku yang sebagai wakil ketua kelas selalu merangkup sebagai ketua kelas karena murid yang bernama Baekhyun tadi tidak pernah ada dikelas begitu bel istirahat berbunyi, ia dipilih sebagai ketua kelas oleh fansnya dan tentu saat itu pemilihan tidak bisa diubah karena murid perempuan terus mendesak guru Jung, lalu kenapa aku yang terpilih sebagai wakilnya? Kupikir itu karena penampilanku yang terkesan cupu meski sebenarnya aku memang begini, malu, sulit berbaur, kikuk. Aku selalu jadi bahan obrolan anak-anak kaya maupun biasa.

Dari obrolan yang selalu tertangkap di telingaku mereka mengira aku dapat masuk ke sekolah ini karena koneksi dengan beberapa guru, padahal dari awal aku tidak mengenal satupun guru di sekolah ini. Aku masuk ke sekolah ini karena reputasi sekolah ini sangat bagus, dan bukti mereka tidak membeda-bedakan murid memang benar, juga cara mengajar guru disini mirip tempat kursus, sangat mudah dipahami. Tapi, kurasa mereka tidak pernah tau kalau ada beberapa pembully di sekolah ini.

“A—”

Print dipelukanku langsung jatuh, mereka lagi.

“Hey hey, tikus sekolah tidak pantas menatap seniornya begitu!”

“Kembali cari perhatian guru eh?”

“Mentang-mentang baru kelas satu berlagak imut, gak tau malu dasar!”

Aku menghela nafas berat, tidak mengerti letak salahku dimana, bagian mana yang membuat mereka kesal terhadapku?

“Eeey, berani menghela nafas begitu?!”

Mataku langsung terbuka lebar begitu salah satu dari mereka menekan leherku, tidak— ini namanya mencekik! To-tolong…

“Junior itu harus sopan sama senior! Senang melihat guru mengomeli kita? Hah! Dasar tukang adu!”

A-apa?

“Oy.”

Senior yang mencekikku melepaskan tanganya dan menoleh ke sumber suara, kakiku terasa lemas dan langsung jatuh terduduk, sakit sekali tidak bisa bernafas seperti itu. Sambil terbatuk aku berusaha melihat pemilik suara tadi.

S-siapa?

Ahn… Ahn Yuko?!

“Wow ‘Knight Girl’ ada disini? Pakai koneksi keluarga super kaya biar masuk sini eh? Mau jadi sok jagoan?”

Dia mendengus, sementara aku tetap pada posisiku dan hanya bisa melihat mereka, tanganku gemetar, kalau sampai ada guru yang melihat ini masalah akan semakin membesar, mereka berlima anak orang kaya sedangkan aku biasa saja— tapi ini sekolah yang tidak membeda-bedakan murid manapun. Tapi—

“Sunbaenim harusnya itu kalimatku.”

Eh…

“Apa katam—”

“Yang benar saja tingkah senior kelas dua seperti ini? Jangan hanya karena kalian kaya kalian bisa se-enaknya, kalau ingin mendapatkan sopan dari adik kelasnya ya harusnya kalian juga sopan, siapa yang sopan pada senior yang bersikap seperti ini?”

Aku membuka mulutku begitu Yuko selesai bicara. Dia selalu berani…

Senior yang tadi mencekikku mendorong tubuh Yuko dengan keras ke dinding dan gadis berambut hitam legam itu langsung jatuh terduduk, persis sepertiku. Namun, senior ini menarik kerah Yuko dan memaksanya berdiri kembali.

“Sudah kubilang jangan sok jagoan!”

“Aku—” dia terbatuk sebentar, punggungnya pasti sakit sekali. “Aku yang mengatakan pada guru konseling atas sikap kalian ini, sunbae.”

Aku menutup mulutku dengan kedua tangan, terkejut.

Terkejut karena tepat setelah Ahn Yuko mengatakan itu pipinya di tampar dengan keras, sudut bibirnya mengeluarkan darah! Apa yang harus ku lakukan? Ini semakin parah jika dibiarkan, Yuko bisa babak belur tapi aku tidak bisa kabur karena dua orang senior yang lain menghalangiku, teriak pun percuma karena hal seperti ini tidak akan ada yang mau ikut campur. Senior kelas dua ini memang troublemaker.

Pintu toilet terbuka dengan keras, suara guru perempuan terdengar marah sekali.

Para senior segera berdiri dibelakang sang ketua yang sudah melepaskan tangannya pada kerah seragam Yuko, sedangkan Yuko hanya menunduk sambil mendesis, menghapus darah di sudut bibirnya.

“Ahn Yuko, Kim Sani, kalian segera ke ruang kesehatan. Dan kalian! Ikut saya, se-ge-ra.”

Pintu toilet tertutup sendiri begitu guru Kim beserta ke-empat senior kelas dua tadi keluar, menyisakan aku dan Yuko tapi aku masih belum bisa bergerak, mulutku yang ingin mengucapkan terimakasih seakan tertahan, airmataku turun begitu saja menatap Yuko yang masih di posisi tadi.

Mungkin karena mendengar suara isakanku dia langsung menoleh dan mendekatiku, berjongkok di depanku sambil memunguti print pelajaran biologi yang guru Jung titipkan padaku.

“Kim Sani-ssi, kupikir kau harus ke ruang kesehatan, biar aku yang membawa print ini,”

“Ke-kenapa kamu suka menolong orang jika kamu sendiri tidak bisa membalas tindakan mereka?”

Dia mendengus kesal dan wajah juteknya sangat menyeramkan, membuatku nyaris menangis lagi kalau saja jawabannya tidak membuatku kaget. Tapi, tetap saja setelahnya aku justru menangis kencang.

Aku tidak tau kalau Ahn Yuko sebaik ini…

“Aku tidak pernah menolong siapapun, hanya saja aku muak dengan semua hal yang seperti itu dan lagi apa bedanya diriku kalau aku membalas dengan hal yang sama atas perlakuan mereka? Satu lagi, Kim Sani-ssi, kamu wakil ketua kelasku yang sangat membantu dan penyabar.”

_

Aku tidak bisa berhenti mendesis akibat luka di sudut bibirku ini dan hal tersebut membuat semua anak-anak di koridor memandangku ngeri sekaligus mencibir, aku mencoba untuk mendinginkan kepalaku agar tidak menatap sinis pada mereka karena hal itu hanya akan membuang-buang waktu istirahatku, ah, seharusnya aku tidur saja di ruang kesehatan saat mengantar Kim Sani yang entah mengapa gadis itu tidak berhenti menangis dan terus mengatakan ‘Maaf, Terimakasih’ padahal sudahku bilang tidak masalah.

Selesai mengantar print ini apa lebih baik aku ke atap saja? Toilet tidak lagi tempat yang nyaman untuk tidur. Cih, merusak tempat bagus saja kejadian yang tadi.

“Aduh—”

Keningku membentur sesuatu dan mataku menangkap sepatu lain yang ada diatas sepatuku. Bocah mana yang berani menginjak kakiku­—

“Ah, maaf,”

Aku merasa mataku terkunci, tidak— aku tau tatapan tajam ini, tatapan tajam tapi ada kehangatan disana tapi ada yang berbeda dari tatapan ini. Aku merasakan kaki kananku sudah tidak di injak kembali tapi dia masih berdiri santai di depanku. Bisikan-bisikan mulai terdengar di sekitar koridor ini.

“Kalau lukanya sakit kenapa tidak diobati dulu? Habis dari ruang kesehatan ‘kan?”

Suaranya berubah.

“Bukan urusanmu,”

“Wow, makin galak aja, oke kalau gitu.”

Dia bergeser sedikit lalu pergi dengan seringaiannya yang terlihat sekilas, aku pun langsung berbalik dan melihat punggungnya semakin jauh. Dari belakang tidak ada yang berbeda, gaya jalannya pun sama seperti dulu tapi kenapa dia disini? Sejak kapan dia bisa menyeringai begitu? Tingginya sudah melebihiku padahal dulu dia pendek.

Kenapa…

Kenapa dia pergi tiba-tiba dan muncul tiba-tiba begini?

Dia… beneran Kim Myungsoo ‘kan? Aku tidak salah orang ‘kan?

Hatiku mengatakan itu Myungsoo dan kakiku maju selangkah hendak untuk mengejarnya namun otakku mengatakan untuk tidak mengejarnya, se-akan otakku mengatakan ‘tidak ingatkah kamu dengan kejadian dulu?’

.

.

.

to be continued.

Leave a comment